Gunung Lawu, yang berdiri megah di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, senantiasa menawarkan keindahan alam yang memukau. Jalurnya yang terkenal menantang serta panorama menawan yang tersaji di sepanjang rute pendakian, terus menarik minat para petualang, dari pendaki berpengalaman hingga mereka yang baru memulai. Kali ini, saya memutuskan untuk menaklukkan Lawu seorang diri, walau rencana sebelumnya adalah berbagi pengalaman ini bersama sahabat-sahabat. Pendakian solo ini ternyata menghadirkan serangkaian pelajaran berharga, baik bagi ketahanan fisik maupun kekuatan mental saya.
Memulai Petualangan ke Puncak Lawu
Awalnya, pendakian ini akan saya lakukan bersama beberapa teman, namun sayangnya, mereka terpaksa membatalkan rencana karena urusan mendadak. Sempat muncul keraguan, namun akhirnya saya memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan seorang diri. Setelah menyelesaikan tugas sebagai panitia ospek mahasiswa baru (Sikrab) di pantai Jogja sekitar waktu magrib, saya segera bertolak menuju Solo. Selama perjalanan, rasa lelah mulai menghampiri, sehingga saya memutuskan untuk singgah sejenak di kos teman di sekitar UNS untuk beristirahat.
Setelah istirahat yang cukup memulihkan tenaga, keesokan harinya saya bangun pagi-pagi buta dan bersama teman saya menyiapkan sarapan sederhana, serta membeli perbekalan yang dibutuhkan untuk pendakian. Sesuai rencana, saya berpamitan dan melanjutkan perjalanan menuju basecamp Cemoro Sewu. Sekitar pukul 07.30 pagi, saya tiba di basecamp dan langsung menuju loket pendaftaran. Namun, saya menemukan sedikit kendala, yaitu pendaki solo tidak diizinkan mendaftar tanpa bergabung dengan kelompok, demi alasan keselamatan.
Untungnya, tak lama kemudian, saya bertemu dan berkenalan dengan empat pendaki lain, yang terdiri dari tiga perempuan dan satu laki-laki. Mereka sangat ramah dan dengan senang hati mengajak saya bergabung dengan kelompok mereka, sehingga saya tetap bisa melanjutkan pendakian. Saya menerima tawaran mereka dengan gembira dan kami pun memulai perjalanan bersama.
Menapaki Jalur Pendakian Cemoro Sewu
Saat kami memulai pendakian, salah satu anggota kelompok, seorang pria, mengetahui bahwa saya berencana untuk berlatih trail running. Ia pun memberikan izin jika saya ingin berjalan lebih cepat dan mendahului. Meskipun demikian, saya merasa kurang sopan jika langsung meninggalkan mereka begitu saja. Sebagai bentuk penghargaan, saya memutuskan untuk menemani mereka sampai Pos 1.
Di sepanjang perjalanan, kami terlibat dalam percakapan yang seru, berbagi pengalaman pendakian. Ternyata, saya adalah anggota termuda di antara mereka; saat itu, saya baru berusia 17 tahun. Mereka cukup terkejut dan mengagumi keberanian saya untuk mendaki sendirian, terutama mengingat usia saya yang masih sangat muda. Walaupun merasa sedikit canggung, saya merasa senang bisa berbagi cerita dan pengalaman dengan mereka.
Setibanya di Pos 1, kami berhenti sejenak untuk beristirahat. Di titik inilah, saya berpamitan kepada mereka untuk melanjutkan perjalanan dengan kecepatan yang lebih tinggi, karena saya ingin merasakan pengalaman trail running yang sesungguhnya. Saya pun mulai berlari, dan hanya dalam waktu sekitar 15 menit, saya sudah tiba di Pos 2 tanpa berhenti. Kecepatan ini mungkin tidak terlalu mengesankan bagi banyak pendaki, tetapi bagi saya, ini adalah sebuah pencapaian yang memuaskan.
Setelah beberapa menit beristirahat di Pos 2, saya melanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Dalam waktu sekitar 20 menit, saya berhasil mencapai Pos 3. Di sini, saya minum air, mengatur napas, dan kembali melanjutkan perjalanan. Jalur yang saya lalui terasa semakin menantang, tetapi saya merasa sangat menikmati setiap langkah yang saya ambil.
Menghadapi Tantangan Batu Besar Menuju Puncak
Rute menuju Pos 4, yang terkenal dengan keberadaan batu-batu besar dan tanjakan curam, menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Di sinilah saya benar-benar merasakan ujian kemampuan fisik saya. Tanjakan yang terjal memaksa saya untuk lebih berhati-hati, terutama saat menuruni batu besar yang licin. Setelah beristirahat sejenak dan menyantap camilan ringan, saya merasa energi saya kembali pulih.
Ketika mencapai Pos 5, saya bertemu dengan beberapa pendaki yang sedang berkemah. Kami berbincang singkat dan saling bertukar cerita mengenai perjalanan masing-masing. Beberapa dari mereka berbagi pengalaman mendaki Lawu dan jalur-jalur favorit mereka. Saya merasa semakin termotivasi untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak.
Setelah berbincang, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Sendang Derajat untuk mengisi kembali persediaan air, karena air minum yang saya bawa sudah mulai menipis. Setelah mengisi air dan beristirahat sejenak, saya kembali melanjutkan perjalanan menuju puncak.
Akhirnya, setelah sekitar 3 jam 15 menit pendakian yang penuh tantangan, saya berhasil mencapai puncak Gunung Lawu. Saya merasa cukup puas dengan waktu tempuh tersebut, walaupun saya sempat menghabiskan waktu lebih lama di Pos 1 karena menemani teman-teman baru saya. Di puncak, saya mengabadikan momen dengan berfoto dan menikmati pemandangan alam yang luar biasa.
Setelah menikmati keindahan puncak, saya turun sedikit untuk mampir ke warung Mbok Yem, yang sudah sangat terkenal di kalangan para pendaki. Saya memesan pecel dan berbincang dengan beberapa pendaki lain yang juga singgah di sana. Waktu berlalu begitu cepat, dan tanpa saya sadari, sudah satu jam berlalu. Akhirnya, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan turun bersama rombongan yang saya temui di warung.
Perjalanan Turun dan Sebuah Refleksi
Namun, di Pos 5, rombongan tersebut memutuskan untuk beristirahat lebih lama, sementara saya merasa cukup segar untuk melanjutkan perjalanan turun sendiri. Di Pos 3, saya kembali bertemu dengan kelompok pendaki yang sama dan kami berbagi cerita tentang pengalaman saya di puncak. Setelah berbincang sejenak, saya melanjutkan perjalanan turun hingga akhirnya kembali ke basecamp.
Pendakian ini memberikan saya banyak pelajaran berharga. Meskipun jalur menuju puncak tidak semudah yang saya bayangkan, kondisi fisik yang terlatih dan persiapan yang matang membuat saya merasa lebih ringan saat mendaki. Bagi pendaki pemula, jalur Lawu via Cemoro Sewu memang cukup menantang, dengan tanjakan curam dan medan berbatu. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempersiapkan fisik dan mental sebelum memulai pendakian gunung.
Pengalaman solo hiking ini juga mengajarkan saya pentingnya ketekunan dan tanggung jawab dalam setiap pendakian. Selain itu, saya juga belajar untuk lebih menghargai setiap langkah yang saya ambil, karena setiap pendakian adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan makna.