Rahasia Keindahan Cappella Sistina: Sejarah dan Makna Tersembunyi

Oleh: Trias Kuncahyono

Mulai 7 Mei 2025, perhatian dunia akan tertuju pada sebuah tempat istimewa: Cappella Sistina, atau yang lebih dikenal sebagai Kapel Sistina.

Kapel utama yang menjadi saksi bisu sejarah kepausan ini terletak di dalam kompleks Istana Kepausan. Pada hari-hari biasa, para pelancong dapat menikmati keindahannya melalui kunjungan ke Museum Vatikan.

In Paradisum

Mengapa Kapel Sistina begitu penting dan menjadi sorotan utama?

Alasannya sederhana: Kapel yang mempesona ini, dengan fresko, lukisan dinding, dan langit-langit yang memanjakan mata, akan menjadi lokasi konklaf, tempat para kardinal berkumpul untuk memilih paus baru setelah berpulangnya Paus Fransiskus pada 21 April lalu.

Istilah “konklaf” berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Latin, yaitu “con” (dengan) dan “clavis” (kunci atau gembok). Secara harfiah, konklaf berarti “dengan kunci” atau “dikunci,” yang kemudian diartikan sebagai “pertemuan dalam ruangan terkunci” atau “pertemuan rahasia.”

Konklaf memang merupakan pertemuan yang sangat rahasia: dilaksanakan di ruang tertutup, terputus dari dunia luar, tanpa alat komunikasi apa pun, dan steril dari alat penyadap. Pesertanya hanya para kardinal yang berusia di bawah 80 tahun, yang terikat janji, ikrar, dan sumpah untuk menjaga kerahasiaan. Pelanggaran terhadap sumpah ini akan dikenai “hukuman berat.” Setelah dihitung, surat suara akan dibakar.

Pedoman pelaksanaan konklaf tertuang dalam dua buku penting. Pertama, konstitusi apostolik “Universi Dominici Gregis” (“Gembala Seluruh Kawanan Tuhan” atau Shepherd of the Lord’s Whole Flock), yang salah satunya mengatur tentang kerahasiaan. Kedua, buku doa “Ordo Rituum Conclavis” (“Ritus Konklaf”). Dengan berpedoman pada kedua buku ini, konklaf dilaksanakan (Cindy Wooden, 2025).

*

Lantas, mengapa konklaf harus diadakan di Kapel Sistina? Mengapa bukan di tempat lain? Bukankah Vatikan memiliki banyak kapel lain yang tak kalah indahnya? Bahkan di dalam Basilika St. Petrus saja, terdapat 11 kapel.

Vatikan memang memiliki banyak kapel dan ruangan yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan, termasuk konklaf. Namun, para kardinal menyadari bahwa Kapel Sistina adalah tempat yang paling tepat untuk membuat keputusan monumental. Menurut John Thavis, wartawan dan penulis The Vatican Diaries (USA Today), para kardinal tidak hanya mencari dekorasi yang indah (meskipun dekorasi Kapel Sistina bukan hanya bagus, tetapi juga luar biasa), tetapi mereka melihat ilustrasi sejarah keselamatan.

Banyak kardinal yang mengatakan kepada John Thavis: “Roh Kudus sedang bekerja di ruangan itu. Dan bukan kebetulan bahwa ketika setiap kardinal memberikan suaranya, dia sedang melihat Pengadilan Terakhir (The Last Judgement) karya Michelangelo. Mereka sangat sadar akan tanggung jawab yang diemban oleh setiap suara, dan pada akhirnya, kita semua akan diadili.”

Maka, Paus Santo Yohanes Paulus II menulis, “Selama Konklaf, Michelangelo mengajari para kardinal – Jangan lupa: Omnia nuda et aperta sunt ante oculos Eius, Segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata-Nya.”

Tidak ada makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya. Sebab, segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan. Oleh karena itu, kebersihan hati dan kejujuran menjadi yang utama.

Kehidupan manusia itu terbuka di hadapan Tuhan, dan tidak ada yang bisa ditutup-tutupi dan disembunyikan. Hal ini seharusnya mendorong setiap orang untuk berlaku arif, bukan seperti orang bebal….

*

Ranting Zaitun

Saat memasuki Kapel Sistina, lukisan dinding di bagian barat, tepat di belakang altar, langsung menarik perhatian. Lukisan yang sangat indah dan terkenal itu adalah The Last Judgement (Pengadilan Akhir). Michelangelo menghabiskan waktu lima tahun, dari 1536 hingga 1541, untuk menyelesaikan karya agungnya ini.

Saya merasa beruntung bisa masuk ke kapel itu tanpa harus berdesak-desakan, dan bahkan bisa mengambil foto (sesuatu yang biasanya dilarang). Pada tanggal 8 Januari 2024, saya pertama kali memasuki Kapel Sistina dan memanjakan mata dengan melihat fresko-fresko indah di seluruh dinding dan langit-langit yang disebut sebagai “salah satu galeri seni paling terkenal di dunia Barat.”

Hari itu, setelah mengikuti pidato awal tahun 2024 Paus Fransiskus di Hall of Benediction, Vatikan, kami para duta besar yang terakreditasi di Takhta Suci diajak ke Kapel Sistina. Di kapel yang terkenal dengan fresko-freskonya itu, kami berfoto bersama Paus. Peristiwa itu terulang kembali pada 9 Januari 2025. Selain itu, saya masih dua kali lagi memasuki Kapel Sistina, meskipun yang kedua terakhir di tengah kerumunan peziarah yang berdesak-desakan di dalam kapel.

The Last Judgement adalah salah satu karya Michelangelo yang paling dahsyat dan telah dilihat oleh jutaan orang. Karya ini dipersembahkan kepada Paus Paulus III (bertakhta 1534–1549).

Dalam The Last Judgement, Michelangelo menggambarkan para malaikat meniup terompet saat Akhir Zaman tiba. Kristus yang digambarkan tidak berjenggot berdiri di tengah, dikelilingi para kudus, dan di sisi kanannya berdiri Bunda Maria yang memalingkan wajahnya ke kanan, membangkitkan orang-orang mati.

Michelangelo menggambarkan orang-orang keluar dari kubur, dan mereka yang hidupnya benar di mata Tuhan melayang ke surga. Ada yang dibantu oleh malaikat. Kemudian, digambarkan para malaikat melemparkan mereka yang hidupnya tidak benar ke neraka.

Menariknya, hampir semua sosok dalam lukisan itu, kecuali Kristus dan Bunda Maria, tidak berbusana. Penggambaran sosok-sosok telanjang inilah yang pada waktu itu membuat Kardinal Carafa marah. Ia menuduh Michelangelo amoral dan cabul serta tidak dapat ditolerir karena telah menggambarkan figur-figur telanjang. Kardinal Carafa (yang kemudian menjadi Paus Paulus IV) bersama Mgr. Sernini dan Biagio Martinelli, seorang pastor pejabat di Vatikan, melakukan kampanye untuk menghapus lukisan dinding tersebut (New World Encyclopedia).

Lukisan lain, misalnya di langit-langit yang luasnya hampir 500 meter persegi (panjang 40 meter dan lebar 13 meter), juga sangat elok. Lukisan yang sangat terkenal adalah Penciptaan Adam. Apa yang dilambangkan oleh Penciptaan Adam? Michelangelo menggambarkan napas kehidupan Ilahi dengan jari-jari Tuhan dan Adam yang hampir bersentuhan. Gerakan ini menggambarkan penciptaan manusia pertama dengan jari telunjuk Sang Pencipta yang siap menyalakan percikan api saat bersentuhan dengan tangan Adam.

Ada banyak tema lukisan di plafon itu. Persis di tengah langit-langit, dilukiskan kisah-kisah dari Kitab Kejadian, antara lain Penciptaan Adam (ini paling tengah), Manusia Jatuh Dalam Dosa, Adam dan Hawa Diusir dari Firdaus, dan Banjir Bah di Zaman Nuh.

Selama konklaf berlangsung, para kardinal menunaikan tugas sucinya di bawah mahakarya tersebut. Semua fresko menggambarkan perjalanan iman, penghayatan, dan interpretasi Michelangelo terhadap Kitab Penciptaan. Maka, ada tanggung jawab besar dari para kardinal dalam mengambil keputusan memilih paus baru.

*

Praktik seperti ini sudah dijalankan berabad-abad lamanya. Sejarah mencatat peristiwa pemilihan paus pada tahun 1268 di Viterbo setelah Paus Clement IV wafat, yang bertele-tele, penuh intrik, persaingan politik, hingga berlangsung selama 33 bulan (1268–1271), yang kemudian melahirkan konklaf, pemilihan dalam ruangan tertutup.

Ketika itu, 19 kardinal yang ikut pemilihan paus terpecah menjadi dua kelompok keluarga yang sangat berpengaruh: satu kelompok mendukung keluarga Guelphs, yang mendukung Paus, pemimpin spiritual Gereja Katolik. Kelompok satunya mendukung keluarga Ghibelline, yang mendukung Kaisar Romawi Suci, pemimpin sekuler Kekaisaran Romawi Suci, sekelompok wilayah di Eropa Tengah.

Pertarungan dua kubu itu membuat pemilihan paus berlarut-larut. Akhirnya, umat di Viterbo, 80 kilometer utara Roma, mengunci para kardinal dalam satu gedung agar terputus dari dunia luar. Atap gedung dibongkar untuk dijadikan jalan mengirim makanan dan minuman.

Dan, akhirnya terpilihlah Teobaldo Visconti, bukan kardinal, bukan uskup, bukan romo, tetapi archdeacon anggota Ordo Franciscanus Saecularis (Ordo Fransiskan Sekular) yang tengah berada di Acra, Palestina, ikut Perang Salib IX sebagai pengkhotbah. Dia dipilih sebagai pilihan kompromi. Kemudian, ia bergelar Paus Gregorius X (1271–1276).

Paus inilah yang kemudian membuat aturan pemilihan paus, konklaf, dengan menerbitkan konstitusi “Ubi Periculum”, Di Mana Bahayanya, agar konklaf tidak mengulang peristiwa Viterbo.

“Ubi Periculum” adalah sebuah bulla (dokumen paus yang disegel) kepausan yang diumumkan oleh Paus Gregorius X selama Konsili Lyon Kedua pada tanggal 7 Juli 1274. Bulla ini menetapkan format konklaf sebagai metode untuk memilih seorang paus, khususnya pengurungan dan isolasi para kardinal dalam kondisi yang dirancang untuk mempercepat mereka mencapai konsensus yang luas.

Menurut catatan, tak lama setelah terpilih, Paus Gregorius X menerima sepucuk surat dari Khan Agung Mongol Kubilai, yang dibawa oleh Niccolò dan Maffeo Polo setelah perjalanan mereka ke istananya di Mongolia. Kubilai meminta agar Paus mengirimkan seratus misionaris dan sedikit minyak dari lampu Makam Suci.

Paus Gregorius X yang masih baru hanya dapat menyediakan dua biarawan dan sedikit minyak lampu. Para biarawan itu kembali segera setelah rombongan berangkat ke Mongolia. Kedua Polo (kali ini ditemani oleh Marco Polo muda, yang saat itu berusia 17 tahun) kembali ke Kekaisaran Mongol dan mengirimkan minyak dari Paus kepada Kubilai pada tahun 1275.

*

Konklaf sebelum ditetapkan di Kapel Sistina, Vatikan, diselenggarakan di sejumlah kota. Sebanyak 28 pemilihan paus dilaksanakan di luar Roma: Terracina (1088), Cluny (1119), Velletri (1181), Verona (1185), Ferrara (Oktober 1187), Pisa (Desember 1187), Perugia (1216, 1264–1265, 1285, 1292–1294, 1304–1305), Anagni (1243), Napoli (1254 dan 1294), Viterbo (1261, 1268–1271, Juli 1276, Agustus–September 1276, 1277, 1281–1282), Arezzo (Januari 1276), Carpentras/Lyon (1314–1316), Avignon (1334, 1342, 1352, 1362, 1370), Konstanz (1417), dan Venitia (1799–1800).

Sementara itu, konklaf pertama kali diadakan di Kapel Sistina yakni pada tahun 1492. Dan baru mulai 1878, konklaf selalu di Kapel Sistina. Konklaf saat itu, 18–20 Februari 1878, diikuti oleh 61 dari 64 kardinal yang ada. Para kardinal akhirnya memilih Kardinal Gioacchino Pecci, yang kemudian bergelar Paus Leo XIII.

Konstitusi Apostolik yang mengatur pelaksanaan konklaf menjelaskan bahwa hanya para kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang memiliki hak pilih dan dipilih, dan yang bisa mengikuti konklaf. Saat ini, ada 135 dari 252 kardinal yang berusia di bawah 80 tahun. Dari 135 kardinal yang memenuhi syarat, hanya 133 kardinal (termasuk Ignatius Kardinal Suharyo) yang akan ikut konklaf (dua orang sakit: Kardinal Antonio Cañizares dari Spanyol dan Kardinal John Njue dari Kenya) dari 71 negara.

Lebih dari tiga perempat dari 135 kardinal, yakni 108 kardinal, diangkat oleh Paus Fransiskus, 22 kardinal oleh Paus Benediktus XVI, dan lima oleh Paus Santo Yohanes Paulus II. Dari 135 kardinal itu, 53 kardinal berasal dari Eropa, 37 kardinal dari Amerika (16 dari Amerika Utara, 4 dari Amerika Tengah, dan 17 dari Amerika Selatan), 23 kardinal dari Asia, 18 kardinal dari Afrika, dan 4 kardinal dari Oceania (Vatican News, 29 April 2025).

Konklaf adalah pemilihan seorang pemimpin dengan cara yang sangat rahasia. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam Kapel Sistina, kecuali para kardinal, yang tidak akan membocorkan apa yang terjadi, apa yang dilakukan, bagaimana prosesnya, siapa-siapa yang mendapatkan suara dan berapa.

Tentang kerahasiaan konklaf, diatur dalam Konstitusi Apostolik “Universi Dominici Gregis.” Dalam konstitusi itu, disebutkan para kardinal pemilih harus “berjanji, berikrar, dan bersumpah…untuk menjaga kerahasiaan yang ketat.” Siapa yang kedapatan melanggar aturan tersebut akan dijatuhi “hukuman berat.”

Kata Mario Escobar, penulis buku “Francis, Man of Prayer” (2013), konklaf adalah salah satu di antara pertemuan paling rahasia di seluruh dunia. Inilah pemilihan seorang pemimpin lewat prosedur yang benar-benar bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tidak sekadar sebuah jargon politik belaka.

Sebab, pemilihan paus memang bukanlah hajatan politik, melainkan hajatan spiritual untuk memilih seorang pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma. Meskipun paus juga pemimpin Negara Kota Vatikan.

Oleh karena itu, seluruh rangkaian konklaf, menurut Kardinal Suharyo, adalah rangkaian doa, retret agung. Menurut buku doa “Ordo Rituum Conclavis” (“Ritus Konklaf”), konklaf dimulai dengan Misa Umum “untuk pemilihan Paus Roma.”

Saat para kardinal berarak dari Kapel Pauline ke Kapel Sistina pun, mereka berjalan sambil mendaraskan doa dengan cara dinyanyikan yang refrennya, “Selamatkan kami Tuhan.” Lalu setelah berada di dalam Kapel Sistina, mereka menyanyikan lagu “Veni, Creator Spiritus.”

Dengan menyanyikan lagu ini, para kardinal memohon terang dan bimbingan Roh Kudus agar hati dan pikirannya jernih saat memilih paus baru.

Veni, Creator Spiritus, mentes tuorum visita, imple superna gratia, quae tu creasti pectora …..Datanglah ya Roh pencipta, hati kami kunjungilah, penuhilah dengan rahmat-Mu, jiwa kami ciptaan-Mu…

Dan di tengah-tengah konklaf, juga diadakan doa dan Misa. Dan, setelah para kardinal berbaris mendekati paus baru dan memberi penghormatan kepadanya, mereka menyanyikan himne “Te Deum” sebagai ucapan syukur kepada Tuhan.

*

Konklaf kali ini, yang dimulai pada tanggal 7 Mei 2025, adalah konklaf terbesar sepanjang sejarah Gereja Katolik: 133 kardinal (Catholic News Agency, 2 Mei). Baru kali ini jumlah kardinal peserta konklaf mencapai 133 orang. Konklaf sebelumnya tahun 2005 saat Kardinal Joseph Alois Ratzinger (Paus Benediktus XVI) terpilih, diikuti 115 kardinal; demikian juga konklaf 2013 yang memilih Kardinal Jorge Mario Bergoglio (Paus Fransiskus) diikuti 115 kardinal.

Padahal, Konstitusi Apostolik yang mengatur pelaksanaan konklaf, Universi Dominici Gregis yang diterbitkan Paus Santo Yohanes Paulus II, menetapkan peserta konklaf maksimal 120 kardinal.

Namun, kemudian pada tahun 2001, Paus Santo Yohanes Paulus II membuka pintu konklaf diikuti lebih dari 120 kardinal, yakni menjadi 135 kardinal. Meskipun dibuka tambahan peserta konklaf, namun pada konklaf 2005 hanya diikuti 115 dari 183 kardinal yang ada.

Paus Benediktus XVI juga membuka pintu penambahan kardinal peserta konklaf, namun pada konklaf 2013 dari 117 yang berasal dari 48 negara yang memenuhi syarat, hanya 115 kardinal yang ikut konklaf (salah seorang yang tidak hadir karena sakit adalah Julius Kardinal Darmaatmadja).

Kiss of Judas

Di masa lalu, jumlah kardinal peserta konklaf lebih sedikit, antara lain karena kesulitan transportasi. Bahkan pada pemilihan Paus, 11–12 Desember 1254 setelah wafatnya Paus Innocent IV, hanya diikuti tujuh kardinal. Dan yang terpilih adalah Raynaldus de’ Conti yang kemudian bergelar Paus Aleksander IV (1254–1261).

Mulai tanggal 7 Mei 2025, mata dunia akan mengarah ke Kapel Sistina. Siapa dari 133 kardinal yang memasuki Kapel Sistina, keluar sebagai paus? Apakah satu dari sejumlah nama yang sudah disebut-sebut media? Atau di luar nama-nama itu? Tidak ada yang tahu. Bahkan 133 kardinal yang akan mengikuti konklaf pun belum tahu siapa pengganti Paus Fransiskus.

Besok, tanggal 7 Mei 2025, ketika para kardinal berjalan tertib masuk Kapel Sistina, saya membayangkan ketika 184 duta besar dari berbagai negara yang terakreditisasi di Takhta Suci berjalan dari Hall of Benediction, Vatikan, menuju Kapel Sistina sekitar 20 meter jaraknya. Saat itu, ada yang berseloroh mengatakan bahwa kami seperti para kardinal……Hanya saja, kami tidak berjubah merah.*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *