Kabardermayu – menyajikan informasi tepercaya dan terverifikasi –, Jakarta – Kepolisian Daerah Metro Jaya berhasil mengamankan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Tangerang Selatan, yang dikenal dengan inisial Y atau M. Yani Tuanaya, beserta 16 orang lainnya. Penangkapan ini terkait dengan perselisihan lahan yang melibatkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di wilayah Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Sebelumnya, pada hari Selasa, tanggal 20 Mei 2025, BMKG secara resmi melaporkan kepada Polda Metro Jaya mengenai adanya penguasaan lahan seluas 127 ribu meter persegi oleh GRIB Jaya. Akibatnya, BMKG mengalami kendala dalam merealisasikan pembangunan gedung arsip yang direncanakan.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Polda Metro Jaya melakukan investigasi mendalam terkait dugaan pendudukan ilegal lahan milik BMKG. Sebagai langkah awal, pihak kepolisian memasang papan pengumuman dengan tulisan ‘Sedang dalam Proses Penyelidikan oleh Penyidik Subdit Ditreskrimum Polda Metro Jaya’ yang ditempatkan bersebelahan dengan papan informasi yang menyatakan ‘Tanah Milik Ahli Waris dalam Pengawasan Tim Kantor Hukum Indonesia Muda dan Tim Advokasi DPP GRIB Jaya’.
Selain itu, di lokasi tersebut juga terpampang sebuah papan besar yang bertuliskan: ‘Pasar Hewan Qurban Malik bin Dinar’.
Pada hari Sabtu, tanggal 24 Mei 2025, aparat kepolisian berhasil menangkap 17 anggota organisasi masyarakat (ormas) tersebut. Mereka terdiri dari ketua DPC GRIB Jaya Tangsel, M. Yani Tuanaya, 10 anggota ormas lainnya, serta 6 individu yang mengaku sebagai ahli waris dari lahan yang dipersengketakan. Operasi penertiban ini melibatkan 426 personel gabungan dari Polda Metro Jaya dan Polres Tangsel.
“Sebanyak tujuh belas orang telah diamankan, di mana 11 di antaranya berasal dari ormas GRIB Jaya, termasuk seorang berinisial Y yang menjabat sebagai Ketua DPC GRIB Jaya Tangsel. Sementara itu, enam orang lainnya mengklaim diri sebagai ahli waris dari tanah ini,” jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi, di Tangerang, seperti yang dilansir oleh Antara.
Dalam proses pengamanan area sengketa tanah, Ade Ary mengungkapkan bahwa pihaknya berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk senjata tajam dan karcis parkir yang diduga digunakan oleh anggota ormas untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas penyewaan lahan.
“Kami menemukan beberapa atribut ormas, catatan parkir, karcis parkir dari ormas GRIB Jaya, bendera ormas, serta senjata tajam. Selain itu, terdapat juga bukti transfer dari penyewa kepada Y,” ungkapnya.
Kasus perebutan lahan ini sebenarnya telah berlangsung cukup lama, namun BMKG baru mengambil langkah hukum dengan melaporkannya kepada pihak kepolisian.
“BMKG mengajukan permohonan bantuan kepada pihak berwenang untuk menertibkan Ormas GRIB Jaya yang secara ilegal menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG,” ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, di Jakarta pada hari Selasa.
BMKG menegaskan bahwa kepemilikan lahan tersebut sah secara hukum berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung. Klaim kepemilikan ini telah diperkuat oleh serangkaian putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Polda Metro Jaya melakukan pembongkaran bangunan yang didirikan oleh GRIB Jaya di lahan milik BMKG yang terletak di Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel) pada hari Sabtu, 24 Mei 2025. (Antara/Azmi)
Lahan Dikuasai dan Disewakan oleh GRIB Jaya
Menurut Taufan, gangguan keamanan di lahan tersebut telah berlangsung selama hampir dua tahun dan menghambat pelaksanaan rencana pembangunan Gedung Arsip BMKG.
Proyek pembangunan gedung tersebut sebenarnya telah dimulai sejak November 2023, namun terhambat oleh tindakan sekelompok orang yang mengklaim sebagai ahli waris lahan dan sejumlah anggota ormas terkait.
Mereka memaksa para pekerja konstruksi untuk menghentikan aktivitasnya, mengeluarkan alat berat dari lokasi proyek, serta menutupi papan proyek dengan tulisan yang mengklaim bahwa “Tanah Ini Milik Ahli Waris”.
Lebih lanjut, ormas tersebut mendirikan posko dan menempatkan anggota mereka secara permanen di lokasi tersebut. Sebagian lahan bahkan disewakan kepada pihak ketiga dan telah didirikan bangunan di atasnya.
Saat melakukan penggeledahan di posko GRIB Jaya yang berada di lokasi sengketa, aparat kepolisian menemukan bukti transfer dari para penyewa lahan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan, ditemukan sejumlah bangunan yang disewakan oleh ormas kepada para pedagang.
“Mereka memberikan izin kepada beberapa pihak, termasuk pengusaha lokal seperti pedagang pecel lele dan pedagang hewan kurban. Pungutan liar dilakukan terhadap mereka,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa aktivitas pemberian izin lapak kepada para pedagang oleh ormas tersebut diperkirakan telah menghasilkan keuntungan hingga puluhan juta rupiah.
“Untuk lapak pecel lele, mereka memungut biaya sebesar Rp3,5 juta per bulan. Sementara dari pengusaha pedagang hewan kurban, mereka memungut Rp22 juta. Kedua korban ini langsung melakukan transfer kepada anggota ormas berinisial Y,” paparnya.
Ade menjelaskan bahwa Y merupakan ketua DPC ormas GRIB Jaya Tangsel. Berdasarkan informasi dari akun Instagram @grib_jaya_dpc_tangsel, Yani Tuanaya terpilih sebagai ketua pada tanggal 23 Februari 2024, menggantikan Marhadih yang kini menjabat sebagai sekretaris GRIB Jaya Banten. Sebelumnya, Yani menjabat sebagai Panglima GRIB Jaya Tangsel.
Bantahan dari Pihak GRIB Jaya
GRIB Jaya menyatakan bahwa tindakan pendudukan lahan yang dilakukan oleh organisasinya bertujuan untuk membela hak-hak ahli waris dan masyarakat yang telah lama menempati lahan seluas 127.780 meter persegi yang terletak di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten.
Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, Wilson Colling, menjelaskan bahwa permasalahan tanah ini telah berlangsung sejak dua tahun lalu dan sedang ditangani oleh timnya.
“Tim advokasi kami tidak serta merta menerima kasus ini. Kami telah memeriksa seluruh data dan dokumen secara seksama sebelum memutuskan untuk memberikan pembelaan,” kata Wilson dalam keterangannya yang disiarkan melalui kanal YouTube GRIB Jaya pada hari Jumat, 23 Mei 2025. Tempo telah memperoleh izin untuk mengutip pernyataan tersebut.
Wilson mengklaim bahwa akar permasalahan sengketa tanah ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1992. Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada klausul putusan pengadilan yang secara konkret memerintahkan masyarakat atau ahli waris yang menempati lahan tersebut untuk mengosongkannya. “Tidak ada satu pun perintah (pengadilan) untuk melakukan eksekusi,” tegasnya.
Intan Setiawanty dan Hammam Izzuddin turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Apa Kabar Perkembangan Penyidikan Kasus Dugaan Kekerasan Seksual yang Menjerat Kapolres Ngada?