Strategi Jitu: Prediksi IHSG Bulan Ini Hadapi Sell in May

Kabardermayu – menyajikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya – , JAKARTA — Istilah “Sell in May and Go Away” sering kali menjadi penghalang bagi pergerakan pasar saham di bulan Mei. Lantas, bagaimana prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan ini di tengah bayang-bayang fenomena tersebut?

Felix Darmawan, Equity Research Analyst Panin Sekuritas, berpendapat bahwa secara historis, bulan Mei cenderung menjadi periode yang penuh tantangan bagi IHSG, sejalan dengan adagium “Sell in May and Go Away”.

Data historis menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, IHSG mencatatkan penurunan rata-rata sekitar 2,09% pada bulan Mei, dengan rincian 13 kali penurunan, 6 kali kenaikan, dan 1 kali stagnan.

Oleh karena itu, IHSG diproyeksikan akan menghadapi tekanan pada bulan Mei 2025 ini, seiring dengan berbagai sentimen negatif yang menyertainya.

“Salah satu sentimen negatifnya adalah outflow dana asing sepanjang tahun 2025, di mana tercatat net sell asing sebesar Rp50,7 triliun, yang mengindikasikan adanya tekanan jual dari investor asing,” ungkap Felix kepada Bisnis pada hari Jumat (2 Mei 2025).

: IHSG Menguat 2,05% dalam Sepekan, Volume Transaksi Saham Meningkat Tajam

Selain itu, sentimen lainnya adalah aksi ambil untung atau profit taking yang dilakukan oleh para investor. Felix menjelaskan bahwa setelah IHSG mengalami penguatan sebesar 3,93% sepanjang bulan April 2025, para investor berpotensi melakukan aksi jual untuk merealisasikan keuntungan yang telah diperoleh.

Kemudian, terdapat juga sentimen ketidakpastian global, di mana kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat, serta dinamika perdagangan global secara keseluruhan, dapat memengaruhi pergerakan pasar saham.

Namun demikian, menurut Felix, IHSG juga berpotensi mendapatkan dorongan dari berbagai sentimen positif. Misalnya, kinerja keuangan emiten pada kuartal I/2025 dinilai cukup solid dan berpotensi meningkatkan kepercayaan para investor.

Sentimen positif lainnya adalah stabilitas politik dan ekonomi domestik. Kondisi makroekonomi Indonesia yang stabil dinilai mampu menarik minat para investor untuk berinvestasi di pasar saham Indonesia.

Selain itu, terdapat juga dorongan dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Penguatan rupiah ini didorong oleh meredanya tensi dagang antara Amerika Serikat dan China, yang mendorong investor global untuk mulai masuk ke aset dengan risiko yang lebih agresif, sembari mengurangi porsi investasi mereka di aset yang dianggap safe haven.

: Harga Emas Antam Kembali Turun pada 3 Mei, Kini Rp1,9 Juta per Gram

Sementara itu, Nafan Aji Gusta, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, berpendapat bahwa fenomena “Sell in May and Go Away” tidak serta merta terjadi di pasar saham Indonesia. Secara historis, IHSG pernah mengalami tren bullish pada bulan Mei.

“Jadi, terkait adagium ‘Sell in May’ pada tahun ini, sebaiknya investor lebih cermat dalam mengamati berbagai perkembangan yang terjadi di masa mendatang,” saran Nafan.

Secara umum, menurut Nafan, fenomena “Sell in May and Go Away” sebaiknya dipertimbangkan bersamaan dengan adanya faktor katalis atau sentimen yang relevan. 

Pada bulan Mei 2025, pasar saham Indonesia masih diproyeksikan akan berada dalam kondisi yang kondusif, baik dari sisi domestik maupun global. 

Sentimen yang perlu diperhatikan antara lain kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat, serta kebijakan moneter The Fed yang juga akan memengaruhi pasar. Dari dalam negeri, pasar akan fokus pada dinamika perilisan kinerja Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. 

: Mitra Adiperkasa (MAPI) Meraih Laba Bersih Rp567 Miliar pada Kuartal I/2025

Seperti diketahui, saat memasuki bulan Mei, terdapat fenomena di pasar modal yang dikenal dengan istilah “Sell in May and Go Away.” Fenomena ini terjadi ketika para pelaku pasar menerapkan strategi dengan menjual kepemilikan aset saham mereka menjelang bulan Mei, dan baru kembali mengakumulasinya setelah melewati periode Oktober.

Istilah “Sell in May and Go Away” sendiri awalnya berasal dari sebuah pepatah kuno di Inggris yang berbunyi: “Sell in May and go away, and come back on St. Leger’s Day”, yang mengacu pada arena balap kuda.

Pepatah tersebut umumnya diucapkan di antara para pedagang, bangsawan, dan bankir di kota London. Pepatah ini sebenarnya merujuk pada kebiasaan mereka yang gemar meninggalkan kota selama berbulan-bulan sepanjang musim panas, dan kemudian kembali pada pertengahan bulan September untuk menyaksikan gelaran pacuan kuda St. Leger’s Day di arena balap Doncaster, South Yorkshire.

Adapun, menjelang bulan Mei 2025, IHSG masih menunjukkan kinerja yang lesu. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG memang mengalami penguatan sebesar 0,26% ke level 6.766,79 pada perdagangan di akhir bulan kemarin, yaitu hari Rabu (30 April 2025). 

Namun demikian, IHSG masih berada di zona merah, dengan penurunan sebesar 4,42% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) atau sejak awal perdagangan tahun 2025.

IHSG juga sempat mengalami keterpurukan pada awal bulan lalu (8 April 2025), dengan penurunan tajam sebesar 7,9% menuju posisi 5.996,1. Bahkan, IHSG sempat anjlok hingga 9,19% ke level 5.912,06 setelah pembukaan kembali pasar modal pasca libur Lebaran. BEI pun terpaksa mengumumkan pembekuan sementara perdagangan saham atau trading halt.

Pos terkait